![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjriP6PdWmST6pjbs0J14k7I1yCS7LY0Z_LbHliG7Vu9Yx5kBTsGJnEfFnovwD7KsyszDvkK9IMZnBv0WqwQ86kkoxiScS5KxMPDyQA0NwMIThpTILg4SJtGii62jPmFWD9Xb91YqJpMks/s400/20170915_111608.jpg) |
Pemakaman Mbah Buyut Semarang |
Munjungan (Ngunjung) adalah suatu
tradisi yang masih melekat dikalangan masyarakat Indramayu khususnya Desa
Rancajawat. Ada sedikit berbeda dengan Desa lain, di Desa Rancajawat saat acara
munjungan diwajibkan untuk menyembelih kerbau tidak boleh hewan berkaki empat
lain, misalnya: Sapi atau kambing.
Konon katanya, pada zaman dahulu ketika
acara munjungan tidak menyembelih kerbau dan digantikan dengan beberapa ekor
kambing balai Desa tersebut terbalik. Sampai saat ini diyakini oleh masyarakat Rancajawat bahkan
sudah dijadikan Hukum Adat Desa bahwa munjungan di Mbah Buyut Semarang
diharuskan menyembelih Hewan Kerbau.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUJ9iEvPYiBN0zWCRDvNe_lKlaS8k4SDC5JXkUxWOdhayq3PrhtC6XtSTY4KzVhq7KReIzS-wU-3k5QYs3RQco62VWSVC314L1ZNj_c7YREo9_uh3w4O2hhHbkUbgyHUDZ6A6nuIctFJE/s400/20170915_111120.jpg) |
Proses memasak daging kerbau |
Ditinjau dari segi istilahnya, kata
Munjung berasal dari kata “Kunjung” yang berarti datang. Dalam bahasa Jawa “Ngunjung”
berarti mendatangi atau sama dengan Bahasa Indonesia yaitu “mengunjungi” atau
berkunjung. Adapun yang dimaksud istilah tersebut berziarah ke makam para
leluhur terutama yang mendirikan Desa dan kuburan nenek moyang dengan membawa
sesajen dan tumpeng. Tradisi munjungan (ngunjung) adalah warisan pra Islam yang
dahulunya disebut “Srada.” Pesta srada diselenggarakan di kuburan dengan
mengadakan selamatan atau kenduri dan diramaikan dengan pertunjukan wayang
kulit.
Konon katanya upacara munjungan hampir
serupa dengan upacara Ceng Beng dikalangan masyarakat Tionghoa penganut Falsafah
Kong Koe Tjoe. Pada awalnya upacara Srada diselenggarakan pada bulan Ruwah,
karena berasal dari kata “Roh” dan “Arwah.”
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjH-o4GEaYxplHONgZD0fmkLyg9-w8txzb9htT8N9L5jDisUN7VfuX6hFsEjPLGH-OE_GuIuib7C_yCQ3hp9IxbRoV_t5WvGS3qTEIWcTyRgUIej_egV2PdobTrTkdxC8cbK9dYnw3f4Kk/s320/20170915_122226.jpg) |
Acara makan bersama |
Ketika
Agama Islam masuk ke Indonesia terutama di Jawa, sepertinya tradisi munjung
tersebut belum bisa dihapus atau dihilangkan dan memang dibiarkan oleh para
Wali. Munjung adalah ziarah kubur pada saat manusia belum banyak dan keadaannya
masih hutan belantara dan tempat kuburan tersebut berada dalam hutan.
Pada
setiap ada acara Munjungan (Ngunjung) masyarakat setempat membawa nasi tumpeng
sebagai sesajen suatu bentuk rasa hormat kepada arwah leluhur untuk dikenang.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXJ1at0fvLqsO9dzuz_a5HHEJPFz-xpsyYxg0k1JGc4QNiLqFFg59yO8uLwdwow0rvrrS7qWpKIHx7QcXFD1GlvC8l4SMH_2vD71l3uFDQH10wk2fco092SxHiduq0IH4mNRpvxp6YTYI/s400/20170915_111129.jpg) |
Prosesi nyuguh tumpeng |
Pada
mulanya yang namanya ziarah kubur dari tempat tinggal menuju hutan (kuburan)
memerlukan cukup waktu disamping kirim doa, juga membersihkan semak belukar,
tentunya karena seharian penuh, maka membawa perbekalan dalam bentuk nasi yang
sudah diawetkan supaya tidak mudah basi berupa nasi tumpeng. Hingga sekarang
setiap munjungan (ngunjung) membawa nasi tumpeng, ayam panggang, setelah
selesai acara di makan bersama sanak saudara juga keluarga. Ada sedikit berbeda
di Desa Rancajawat tepatnya di Mbah Buyut Semarang setelah kirim doa
yaitu dibagikan masakan empal daging kerbau ke setiap orang yang mengikuti acara munjungan.
SEMOGA BERMANFAAT DAN MARI MENJAGA TRADISI PARA LELUHUR