Upacara adat ngarot merupakan salah satu kebudayaan tradisional Indonesia
yang terdapat di Indramayu, tepatnya di kecamatan Lelea. Indramayu merupakan
salah satu kabupaten yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Upacara adat ngarot diselenggarakan setiap kali memasuki musim
penghujan (tepatnya pekan ke-3 di bulan Desember) sebagai tanda musim tanam padi.
datimyudhakarma.blogspot.com |
Upacara yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur warga
terhadap melimpahnya hasil pertanian. Upacara tersebut di peruntukan untuk para pemuda yang tinggal di daerah
tersebut. Namun saat ini, generasi muda kurang berkontribusi terhadap upacara adat
ngarot, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam upacara Ngarot tidak sampai
kepada generasi muda serta kurangnya pengetahuan mereka tentang pesan apa saja
yang disampaikan dalam upacara tersebut. Sedangkan generasi muda merupakan
investasi bagi Negara yang akan melanjutkan peran leluhur untuk melestarikan
kebudayaan Indonesia.
Ngarot berasal dari kata ”ngaruwat” artinya membersihkan diri dari segala noda dan dosa
akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu.
Sedangkan menurut bahasa Sunda kuno Ngarot mempunyai arti minum, oleh pribumi
disebut Kasinoman, karena pelakunya para kawula muda ( si enom artinya anak
muda ). Uniknya hanya pemuda dan pemudi yang masih menjaga kesuciannya yang boleh
ikut dalam acara ini karena jika pemuda atau pemudi sudah
tidak suci akan terlihat sangat buruk di mata para peserta ngarot, dalam upacara ini para gadis desa peserta upacara di
hias dengan mahkota bunga di kepalanya sebagai lambang
kesucian.
Tradisi ngarot tersebut biasanya dilaksanakan pada hari rabu wekasan sekitar
bulan Desember.
nationalgeographic.co.id |
Ada
beberapa komponen utama dari budaya yaitu: Peralatan dan Perlengkapan Hidup
(Teknologi), Sistem mata pencaharian, Sistem kekerabatan dan organisasi sosial,
Bahasa, Kesenian, Sistem Kepercayaan, Sistem ilmu dan pengetahuan. Dari sekian
banyak komponen utama dari budaya ini yang sangat berpengaruh di Indonesia
adalah Sistem kepercayaan, yang bersangkutan dengan agama dan kepercayaan
tentang ruh nenek moyang. Ngarot bermaksud mengumpulkan para muda
mudi yang akan diserahi tugas pekerjaan program pembangunan di bidang pertanian
sambil menikmati minuman dan hiburan kesenian di balai desa. Acara pertemuan
tersebut penuh keakraban dan saling bermaafan bila ada kesalahan diantara
mereka. Pada dasarnya yang paling utama dari pertemuan tersebut agar para muda
mudi menyadari bahwa tidak lama lagi mereka akan turun ke sawah, bekerja dan
mengolah sawah bersama-sama, gotong royong saling bahu membahu secara sukarela,
maka acara tersebut dinamakan “durugan”
log.viva.co.id |
Ngarot
bertujuan untuk membina pergaulan yang sehat, agar para muda mudi saling
mengenal, saling menyesuaikan sikap, kehendak dan tingkah laku yang luhur
sesuai dengan nilai-nilai budaya nenek moyang. Ngarot adalah suatu metode atau
cara untuk menggalang dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan dikalangan para
muda mudi khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Dalam
pelaksanaan upacara adat ngarot ini hanya boleh diikuti oleh para pemuda-pemudi
yang masih perjaka dan masih perawan dikumpulkan kemudian di arak
keliling desa dengan kostum yang telah di tentukan. Biasanya para gadis-gadis
perawan ini mengenakan kebaya yang didominasi warna merah, berkain batik, berselendang, dan
rambut kepala dihias rangkaian bunga. Mereka lantas berjalan mengelilingi
kampung. Sementara para jejaka tingting mengenakan baju pangsi warna kuning dan
celana gombrang warrna hitam, lengkap dengan ikat kepala, mengikuti di barisan
belakang. Konon katanya apabila gadis yang sudah tidak perawan atau janda yang
memaksakan untuk ikut upacara ngarot (keliling desa) maka bunga melati yang ada
di kepalanya itu akan cepat layu dan akan mendapat malapetaka, dan sampai
sekarang mitos tersebut masih di percayai masyarakat setempat.
Upacara
ngarot tersebut dirintis oleh kuwu (kepala desa) pertama Lelea yang bernama
Canggara Wirena, tahun 1686. Awalnya, upacara tersebut bukan diperuntukkan
sebagai "pesta mencari jodoh" seperti yang terjadi sekarang. Ngarot
yang menurut bahasa Sunda berarti minum, merupakan arena pesta minum-minum dan
makan-makan di kantor desa sebelum para petani mengawali menggarap sawah.
Tradisi itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil
bercocok tanam.
Kuwu
Canggara Wirena sengaja mengadakan pesta Ngarot sebagai ungkapan rasa syukur
kepada tetua kampung bernama Ki Buyut Kapol, yang telah rela memberikan
sebidang sawah seluas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk
berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah
digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur, ngarambet (menyiangi),
panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih
mengolah sawah itu.
Dulu,
upacara Ngarot bukanlah sarana mencari jodoh, melainkan arena pembelajaran bagi
para pemuda agar pintar dalam ilmu pertanian. Akan tetapi perkembangannya,
upacara Ngarot berkembang menjadi ajang mencari jodoh atau pasangan hidup.
Dihindari
Janda-Duda, upacara yang hanya boleh diikuti para perjaka dan perawan. Upacara
dimulai jam 8.30 dengan berkumpulnya para muda-mudi berpakaian warna warni di
halaman rumah Kuwu. Mereka dengan wajah penuh keceriaan berduyun-duyun menuju
halaman rumah Pak Kuwu. Pakaian mereka indah-indah, dilengkapi aksesoris
gemerlap, seperti kalung, gelang, giwang, bros, peniti emas, dan hiasan rambut.
Untuk memikat hati para jejaki, para gadis selalu mengenakan kacamata dan
kepalanya penuh di taburi bunga warna-warni seperti kenanga, melati, mawar dan
kantil.
Upacara
Ngarot ditandai dengan pawai arak-arakan sejumlah gadis dan perjaka desa. Para
gadis berbusana kebaya yang didominasi warna merah, berkain batik,
berselendang, dan rambut kepala dihias rangkaian bunga. Mereka lantas berjalan
mengelilingi kampung. Sementara para jejaka tingting mengenakan baju pangsi
warna kuning dan celana gombrang warna hitam, lengkap dengan ikat kepala,
mengikuti di barisan belakang.
Seusai
pesta pawai, semua peserta Ngarot masuk aula balai desa. Sambil duduk
berhadap-hadapan dan ditonton orang banyak, mereka dihibur dengan seni
tradi¬sional tari Ronggeng Ketuk yang dimainkan penari wanita degan pasangan
pria. Menurut warga, seni Ronggeng Ketuk dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda)
agar para jejaka dan gadis saling bepandang-pandangan, untuk selanjutnya saling
jatuh cinta.
Ketika
para jejaka dan perawan bergembira ria, tidak halnya dengan kaum janda, duda
dan remaja yang kehilangan keperawanan dan keperjakaannya. Pesta Ngarot
merupakan upacara yang paling dihindari. Sebab bila mereka coba-coba menjadi
peserta, bukan hanya aib yang bakal diterima, tapi juga malapetaka. Konon, jika
seorang gadis tak perawan nekat mengikuti pawai arak-arakan Ngarot, maka bunga
melati yang terselip di rambutnya, dengan sendirinya akan layu. Bila hal itu
terjadi, maka si gadis akan mendapat aib karena sudah kehilangan kehormatan
diri.
Tuah
negatif untuk kaum janda berlaku pada saat berlangsung acara pokok Ngarot.
Yakni ketika acara saling tatap mata dengan para jejaka. Wajah janda atau gadis
tapi sudah tak perawan, meskipun sebelumnya berwajah cantik, tiba-tiba menjadi
buruk rupa. Otomatis ia tidak akan mendapatkan pasangan. Bahkan yang lebih
menakutkan, jika janda dan gadis tak perawan tadi nekat mengikuti upacara
Ngarot, ia tak akan mendapat jodoh seumur hidup. Bagi kaum duda dan pemuda tak
perjaka pun berlaku hal serupa.
Menurut
warga di sana, sejak tahun 1990-an hingga sekarang, hampir 80 persen peserta
Ngarot berhasil mendapatkan pasangan hidup menjalin rumah tangga dengan rukun.
Namun belakangan, peserta Ngarot mulai menyusut. Anak remaja di Desa Lelea,
kini sudah mulai enggan mengikuti pawai Ngarot. Entah apa penyebabnya. Akan
tetapi, jika ingin mendapatkan jodoh yang masih “asli”, orang-orang tua di
Indramayu menyarankan agar memilih peserta Ngarot.
SEMOGA SEBAGAI PENERUS DAPAT MELESTARIKAN, TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA....
Galbu, Sindu,
Intan, dkk. 2004. Budaya Tradisional pada
Masyarakat Indramayu. Bandung. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Kebudayaan
Indramayu. (online). (http:/www.indramayukab.go.id
Saiman
Purna Bhakti Kepala Desa Lelea: Sebagai penganalisis tahun 1985.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar