Minggu, 30 Agustus 2020

FEMINISME DAN PATRIARKI TERHADAP KEKERASAN PEREMPUAN DI TENGAH PANDEMI

 

Berbicara tentang feminisme di Indonesia memang tidak pernah ada habisnya. Misalnya yang sedang hangat adalah kasus kekerasan seksual dan kasus diskriminasi yang kerap terjadi terhadap kaum perempuan. Seolah perempuan menjadi sasaran empuk untuk pelampiasan. Belakangan ini muncul kasus kekerasan seksual yang korban dan pelakunya adalah mahasiswa. Miris sekali memang, lagi-lagi korbannya adalah perempuan. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, kekerasan terhadap perempuan meningkat delapan kali lipat selama 12 tahun.

Any way mengapa ada feminisme? Lalu apa sebenarnya feminisme itu? Apakah masih belum setara dan bukankah sudah ada emansipasi? Jawabannya adalah feminisme menurut KBBI yaitu gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki, karena feminis merupakan sistem patriarki, sistem di mana laki-laki mendominasi perempuan dalam memegang peranan dari seluruh lapisan. Ketika membahas mengapa perlu membahas feminisme, karena feminisme kerap kali dianggap  negatif yang akhirnya berubah menjadi positif agar menjadi lebih baik hal ini dapat dilihat dari gerakan-gerakan feminisme di Indonesia, agar perempuan di Indonesia dalam gerakan sosialnya bisa saling berkontribusi. Ketika melihat perkembangan di dunia barat yang mengadvokasi perempuan dari kesetaraan gender, hak perempuan bisa kita lihat dari gerakan womens march hingga mitoo, gerakan tersebut mencoba untuk mengadvokasikan kesetaraan gender dari lingkungan perempuan. Kemudian gerakan womens march juga diikuti di Indonesia bahkan Internasional, setiap tanggal 8 Maret.


Bagaimana perempuan di saat masa pandemic? Perempuan memiliki beban ganda di rumah. Komnas Perempuan menyebutkan bahwa ada 75%  dari kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat dengan korban paling banyak perempuan dan anak perempuan (Catahu Komnnas Perempuan 2020). Ketika pembagian kerja seksual di dalam rumah yang tidak adil misalnya, memiliki kontribusi kepada kekerasan seksual.Perempuan dituntut untuk memastikan bahwa laki-laki dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan nyaman di rumah dan juga mendampingi anaknya belajar menggantikan gurunya di sekolah.  Yang lebih rentan lagi adalah seorang perempuan, dirinya lebih rentan terkena COVID-19 saat memenuhi kebutuhan di pasar.


Budaya patriarki memang masih terjadi, bila tak terpenuhi maka perempuan akan rentan alami kekerasan fisik, psikis, ekonomi, seksual di dalam rumah. Menjadi perempuan adalah anugerah, memiliki rahim, merasakan menstruasi, hamil, melahirkan hingga nifas sampai menyusui tapi perempuan masih saja rentan untuk menjadi sasaran stigmtisasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan hingga pelecehan sampai harus mempengaruhi kesehatan hingga gangguan kejiwaan. Semoga perempuan memberikan perlawanan dan bisa speak up ketika hidupnya mengalami kejanggalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar