Minggu, 20 September 2020

PERTEMUAN MEMBAWA CINTA

 

(Perjalanan Cinta Singkat Namun Bermakna)

Ketika hari disibukan dengan setumpuk kerjaan yang tidak ada habisnya terkadang merindukan sosok pendamping hidup yang senantiasa mensupport dan bersandar ketika pulang. Bukan kesepian disaat tubuh kelelahan karena di rumah hanya sendirian. Tak jarang air mata tiba-tiba basah meratap pada sebuah kehidupan seakan tak adil. Memang bersuudzon adalah bukan solusi terbaik, manusia lalai di saat dirinya diberikan kelebihan yang lain. Ketika jodoh tak kunjung tiba, bisa jadi Allah memberikan kenikmatan juga kebahagiaan lain. Yang pasti tetaplah ber-khusnudzon kepada Sang Pemberi nikmat. Tak jarang menyalahkan Tuhan ketika dihadapkan pada sebuah takdir yang tak bersahabat, yang tak mungkin kuat menjalani hidup bahkan hampir gila.

Tak dinyana skenario Tuhan luar biasa, handphone tiba-tiba berdering. Sosok rahasia menyapa, tak sedikitpun pengharapan bahwa ia adalah pemberian Tuhan untuk kita menjalani sebuah bahtera. Hampir saja nomornya aku block karena terlalu banyak nomor baru yang masuk diponselku. Berulang kali menyapa dengan begitu pede-nya saling tak berharap lebih dari sekedar teman. 

Siapa ia? dan siapa aku? Kita bukan teman kerja ataupun teman sekolah. Kita hanya orang asing yang digariskan Tuhan untuk bersama dengan cerita masa lalu yang menyedihkan. Mungkin ini takdir Tuhan yang sudah dipersiapkan ketika kehilangan orang yang tidak tepat di masa lalu. Jatuh bangun dengan berbagai cerita menyedihkan hingga Tuhan mempersiapkan kebahagiaan di masa depan.

Seminggu kemudian, 12 Juli 2020 hanya iseng mengirimkan foto sebuah keindahan gunung di bukit Panyaweuyan, tiba-tiba merespon dengan keberanian mengajakku untuk jalan. Namun sebelumnya ia datang ke rumah hanya untuk bersilaturahmi. Entah apa yang ada dalam pikiran, membolehkan ia datang ke rumah tanpa ada rasa ragu, seolah menanggapi dengan biasa saja karena sudah bosan menanggapi sosok yang tidak tepat, hati hanya transitan belaka. Tanpa ragu ia datang ke rumah, memperkenalkan dirinya “Topik Priyanto” katanya. Kami saling berjabat tangan, saling canggung dan aku yang amat cuek, duduk saling berhadapan di ruang tamu mengobrol sekenanya hingga ingin berkenalan dengan orang tuaku. Kebetulan hanya ada Mama yang ada di rumah, tanpa disadari mereka ngobrol yang cukup akrab tanpa ada rasa canggung, seperti sudah bertemu lama dengan keluarga.Aku terdiam menyimak obrolan keduanya sambil tersenyum aneh.

Semesta berbicara, keesokan harinya kita berdua jalan. Saling mengenal, saling bercerita sekenanya dengan perasaan sedikit canggung. Sepanjang jalan ia memegang tanganku, memperlakukanku dengan istimewa. Hati seakan tersentuh namun masih sulit yakin karena baru pertama kali ada lelaki yang memperlakukan dengan sangat spesial, dari menggenggam erat tangan hingga membawakan tasku tanpa rasa malu sedikitpun. Bukit panyaweuyan dan rumah menjadi saksi awal pertemuan kita, dari menggenggam tangan, ciuman pertama hingga sholat berjamaah, setelahnya ia meneteskan air mata entah mengapa aku tak mengerti selain menguatkan, seolah hati terketuk begitu saja. Kami saling berpeluk erat ketika ia pamit untuk sementara kembali ke Ibukota, karena dari sana ia mengais rezeki. pelukan pertama itu terasanya begitu nyaman. 


Kesamaan kita memang suka traveling, penjajakan dimulai dari traveling ke beberapa tempat. Aku yang suka pantai, ia yang suka gunung tapi kita sama-sama suka traveling. Setiap jalan ke beberapa tempat aku merasa orang yang paling bahagia di dunia, ia tak pernah mengabaikanku, menghargaiku dan menganggapku wanita yang paling istimewa. Aku benar-benar seperti hidup kembali dengan namanya “cinta” seakan dunia sedang berpihak kepadaku. Aku bahagia, ia menyapa di setiap pagi ada sebuah pengharapan setiap harinya, hidup mulai berwarna lagi. setiap jalan berdua ia selalu menggenggam tanganku dengan erat, aku merasakan jatuh cinta pada titipan Tuhan.
Memang yang berat adalah LDR tapi kita menjalani dengan rasa sabar, saling percaya dan yakin bahwa kita memang merasa bahagia, (aku untuknya, ia untukku). Dengan sabarnya ia mengerti sifatku yang tiba-tiba sering badmood, aku jadi lebih banyak belajar menghargai sebuah cinta, sebuah anugerah yang Tuhan titipkan kepadaku. Karenanya hidupku seperti terlahir kembali, karenanya aku jadi percaya lagi dengan cinta. Saling berkomitmen untuk tidak saling meninggalkan. Kita saling mengenalkan keluarga. Tiba-tiba Bapakku berkata “berhubungan jangan lama-lama”. Dengan segenap yakin Bapakku mengatakan seperti itu, yang saat itu aku pun tidak mengerti akan dibawa kemana hubungan ini, hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.

Tiga minggu kemudian kita menghadiri acara pernikahan, semua mata tertuju pada kami. Tanpa rasa malu dan canggung, ia menggenggam tanganku dengan erat dihadapan banyak orang, bahkan di depan kedua orang tuaku. Lagi-lagi aku merasa menjadi perempuan paling beruntung di dunia ini. Aku tidak peduli dengan anggapan orang yang penting aku merasa bahagia. Setelahnya aku diajak ke rumah orang tuanya. Ie mengenalkanku dengan Ibunya. Dengan rasa nyaman aku mengobrol dengan Ibunya, sekilas aku mengetahui latar belakang masa lalunya dari cerita Ibunya melengkapi ceritanya yang sudah ia beritahu sebelumnya. Semakin hari semakin merasa nyaman dengan perjalanan yang kadang kita juga tidak mengerti, terasa unik di luar nalar jika Tuhan sudah berkehendak.

Tak terduga, perjalanan tidak berhenti sampai disitu. Ada banyak kisah unik dalam suatu hubungan. Dari ketidakmengertian, saling memahami sifat hingga kejutan-kejutan di tengah jalan menuju pelaminan. Ya kami berdua berencana menikah setelah saling yakin dengan hubungan selama satu bulan. Apalagi yang kita cari selain pernikahan, di umur kami yang tak lagi muda, bukan lagi remaja dengan bismillah kami segenap yakin. Namun keyakinan itu dikejutkan dengan rasa kekecewaan, sebuah ujian hampir saja memporak-porandakan hubungan yang sudah dibangun kokoh. Derai air mata membuncah, kenyataan seperti mimpi. Aku yang segenap yakin dihancurkan oleh satu masalah yang sulit untuk dicerna sebelumnya. Dengan sebuah perenungan menepi sejenak agar bisa memutuskan suatu keputusan yang tidak salah, bertabayun dulu. Berulang kali dengan permohonannya, berulangkali dengan sebuah kenangan-kenangan yang sudah kita lewati. Dalam sebuah pertemuan penyelesaian aku menangis hebat, merasakan kekecewaan mendalam. Ia memelukku erat dengan penjelasan yang entah tidak tahu kebenarannya, hanya ia dan Tuhan yang tahu. Kita sama-sama menangis saat itu. Hingga akhirnya aku memberikan sebuah kesempatan kedua. bukan hanya ujian masalah namun ujian kesehatan pun menjadi sebuah tantangan bagi kami. bersyukur hingga saat ini kami saling menguatkan. Kita saling belajar untuk memperbaiki diri, kita saling belajar sabar untuk menghadapi sebuah masalah, bukan dengan mudah memutuskan hubungan yang sudah dibangun dengan bersusah payah. Hingga saatnya waktu yang sudah ditentukan untuk menikah semoga semua dipermudah hingga jannah.