Jumat, 15 September 2017

SEJARAH TRADISI MUNJUNGAN (NGUNJUNG) DESA RANCAJAWAT



 Pemakaman Mbah Buyut Semarang

Munjungan (Ngunjung) adalah suatu tradisi yang masih melekat dikalangan masyarakat Indramayu khususnya Desa Rancajawat. Ada sedikit berbeda dengan Desa lain, di Desa Rancajawat saat acara munjungan diwajibkan untuk menyembelih kerbau tidak boleh hewan berkaki empat lain, misalnya: Sapi atau kambing. 

Konon katanya, pada zaman dahulu ketika acara munjungan tidak menyembelih kerbau dan digantikan dengan beberapa ekor kambing balai Desa tersebut terbalik. Sampai saat ini diyakini oleh masyarakat Rancajawat bahkan sudah dijadikan Hukum Adat Desa bahwa munjungan di Mbah Buyut Semarang diharuskan menyembelih Hewan Kerbau.
Proses memasak daging kerbau



          Ditinjau dari segi istilahnya, kata Munjung berasal dari kata “Kunjung” yang berarti datang. Dalam bahasa Jawa “Ngunjung” berarti mendatangi atau sama dengan Bahasa Indonesia yaitu “mengunjungi” atau berkunjung. Adapun yang dimaksud istilah tersebut berziarah ke makam para leluhur terutama yang mendirikan Desa dan kuburan nenek moyang dengan membawa sesajen dan tumpeng. Tradisi munjungan (ngunjung) adalah warisan pra Islam yang dahulunya disebut “Srada.” Pesta srada diselenggarakan di kuburan dengan mengadakan selamatan atau kenduri dan diramaikan dengan pertunjukan wayang kulit.

          Konon katanya upacara munjungan hampir serupa dengan upacara Ceng Beng dikalangan masyarakat Tionghoa penganut Falsafah Kong Koe Tjoe. Pada awalnya upacara Srada diselenggarakan pada bulan Ruwah, karena berasal dari kata “Roh” dan “Arwah.”

Acara makan bersama

Ketika Agama Islam masuk ke Indonesia terutama di Jawa, sepertinya tradisi munjung tersebut belum bisa dihapus atau dihilangkan dan memang dibiarkan oleh para Wali. Munjung adalah ziarah kubur pada saat manusia belum banyak dan keadaannya masih hutan belantara dan tempat kuburan tersebut berada dalam hutan.


Pada setiap ada acara Munjungan (Ngunjung) masyarakat setempat membawa nasi tumpeng sebagai sesajen suatu bentuk rasa hormat kepada arwah leluhur untuk dikenang. 

Prosesi nyuguh tumpeng

Pada mulanya yang namanya ziarah kubur dari tempat tinggal menuju hutan (kuburan) memerlukan cukup waktu disamping kirim doa, juga membersihkan semak belukar, tentunya karena seharian penuh, maka membawa perbekalan dalam bentuk nasi yang sudah diawetkan supaya tidak mudah basi berupa nasi tumpeng. Hingga sekarang setiap munjungan (ngunjung) membawa nasi tumpeng, ayam panggang, setelah selesai acara di makan bersama sanak saudara juga keluarga. Ada sedikit berbeda di Desa Rancajawat tepatnya di Mbah Buyut Semarang setelah kirim doa yaitu dibagikan masakan empal daging kerbau ke setiap orang yang mengikuti acara munjungan.


SEMOGA BERMANFAAT DAN MARI MENJAGA TRADISI PARA LELUHUR

 

1 komentar: